Senin, Desember 13

KISAH PERTAPA RAMBUT KUSUT

Medha Kumãra 13 Desember jam 15:06 Balas • Laporkan
Dalam melakukan perjalananNya, Sang Buddha tiba di Uruvela pada waktu yang tepat. Di
tempat itu tinggallah tiga orang pertapa yang mempunyai rambut yang kusut (Jatila). Mereka
adalah Uruvela Kassapa, Nadi Kassapa, dan Gaya Kassapa. Uruvela Kassapa adalah seorang
pemimpin, yang mengepalai dan memimpin lima ratus pertapa berambut kusut. Nadi Kassapa
adalah seorang pemimpin pula, yang mengepalai dan memimpin tiga ratus pertapa berambut
kusut. Demikian pula Gaya Kassapa adalah seorang pemimpin yang mengepalai dan memimpin
dua ratus pertapa berambut kusut.
Sang Buddha menemui pertapa Uruvela Kassapa dan berkata:
"Apabila tidak menyusahkanmu, bolehkah Saya bermalam di ruang perapian?"
"O Bhikkhu Yang Mulia, tidaklah menyusahkan bagi saya, tetapi ada seekor ular yang ganas,
berbisa dan mempunyai kemampuan yang tinggi di ruang perapian itu. Jangan sampai ular itu
menggangguMu."
Sang Buddha meminta izin untuk ketiga kalinya, dan Beliau menerima jawaban yang sama dari
pertapa tersebut. Kemudian Sang Buddha berkata:"Ular itu tidak akan menggangguKu, Kassapa. Izinkanlah Saya tinggal satu malam di ruang
perapian itu."
Setelah memperoleh izin, Sang Buddha memasuki ruang perapian dan menebarkan alas tempat
duduk, dan Sang Guru kemudian duduk dengan tubuh dan pikiran yang tenang. Ular itu melihat
dengan rasa ingin tahu siapa yang memasuki ruangannya, dan ia mengeluarkan desisnya yang
mengeluarkan asap. Sang Buddha bermaksud untuk menghalangi kekuatan ular itu, dan Beliau
juga mengeluarkan asap yang lebih banyak. Ular itu kemudian menyemburkan api; dan Sang
Buddha juga melakukan hal yang sama.
Ketika para pertapa berambut kusut melihat ruang perapian itu bersinar terang, mereka mulai
berpikir bahwa tamu yang cakap ini, akan dihancurkan oleh ular tersebut. Tetapi, keesokan
paginya, Sang Buddha keluar dari ruang perapian dengan ular yang tergeletak di dalam
mangkukNya, dan berkata:
"Datanglah ke sini Kassapa, ularmu yang mempunyai kekuatan ini dikalahkan oleh kekuatannya
sendiri."
Lalu Uruvela Kassapa, pertapa berambut kusut ini berpikir:
"Dengan kemampuannya yang begitu luar biasa, sesungguhnya Beliau adalah Bhikkhu yang
hebat, ia menaklukkan ular itu dengan kekuatanNya, kekuatan terhadap ular yang ganas dan
berbisa itu. Sekalipun demikian, ia tidak dapat menjadi seorang Arahat (Orang Suci), seperti
diriku."
Karena ia sudah melihat kemampuan yang besar dari Sang Buddha, Uruvela Kassapa berkata:
"O Bhikkhu Yang Mulia, maukah kamu tinggal di sini? Saya akan menyediakan makanan
untukMu."
Kemudian Sang Buddha tinggal di hutan di dekat pertapaan Uruvela Kassapa. Pada malam itu,
empat dewa penjaga mendatangi Sang Buddha, menyinari hutan itu dengan sinar terang yang
memancar dari tubuhnya, dan sesudah menghormat kepada Sang Buddha mereka berdiri di
empat penjuru seperti pancaran sinar api yang tinggi.
Pada pagi harinya, Uruvela Kassapa mendatangi Sang Buddha dan mengundang untuk menerima
dana makanan, dan bertanya siapakah yang datang semalam, dan dijawab itu adalah empat dewa
penjaga. Ia berpendapat bahwa Sang Buddha adalah Bhikkhu yang hebat, meskipun Beliau
mempunyai kemampuan yang amat tinggi, tetapi Beliau bukanlah seorang Arahat, seperti
dirinya.
Pada suatu hari, Uruvela Kassapa mengatur upacara persembahan yang besar dengan
mengundang penduduk dari kerajaan Anga dan Magadha, dan menyediakan sejumlah besar
makanan dan minuman. Ia takut apabila Sang Buddha tampil dengan mempertunjukkan
kemampuan spiritualnya yang tinggi, maka ia akan kehilangan muka dari para pendukungnya,
dan berharap supaya Sang Buddha tidak tampil pada upacara persembahan itu.
Sang Buddha mengetahui terlebih dahulu apa yang dipikirkan dan diharapkan dari tuan rumah,
dan Beliau berjalan menuju Kuru (India Utara) untuk menerima dana makan siang yang Beliau
nikmati di dekat Danau Anottata. Pada keesokan paginya, Uruvela Kassapa mengunjungi Sang Buddha dan bertanya mengapa kemarin Beliau tidak hadir pada upacara persembahan. Sang
Buddha menjawab bahwa Beliau telah mengetahui terlebih dahulu apa yang dipikirkan dan
diharapkan Uruvela Kassapa dan Beliau pergi menuju India Utara untuk menerima dana makan
siang.
Uruvela Kassapa mengakui Sang Buddha adalah orang yang memiliki kemampuan spriritual
tinggi, karena Beliau dapat membaca pikiran orang lain, tetapi ia tetap berpendapat bahwa
tamunya bukanlah seorang Arahat seperti dirinya.
Pada suatu hari, Sang Buddha ingin mencuci jubahNya, dan mencari sumber air yang jernih.
Raja Sakka mengetahui keinginan Sang Buddha, lalu menciptakan empang dengan air yang
jernih. Sesudah mencuci jubahNya, Sang Buddha mencari sebuah batu yang dapat digunakan
untuk menggosok. Raja Sakka lalu memberikan sebuah batu. Hal yang sama, ketika Sang
Buddha mencari tempat untuk menjemur jubah yang baru dicuci, sebuah cabang dari pohon
Kakudha dibengkokkan oleh dewa yang berada di pohon itu. akhirnya, ketika jubah itu
dibentangkan, Raja Sakka menyediakan papan batu yang besar.
Ketika Uruvela Kassapa mendatangi Sang Buddha keesokan paginya, ia melihat perbedaan di
tempat itu, dan mengajukan beberapa pertanyaan dan ia mendengar adanya bantuan dari para
dewa. Ia mengetahui kemampuan Sang Buddha yang amat tinggi, tetapi tetap menyatakan Beliau
bukanlah seorang Arahat seperti dirinya.
Pada suatu hari, Sang Buddha memperoleh sebuah apel merah dari pohon apel yang berada di
India (Jambudipa), asal dari pohon apel merah itu, yang amat terkenal dan Beliau
menawarkannya kepada Uruvela Kassapa. Hal yang sama pula, Beliau memperoleh sekuntum
bunga dari Parichattaka di alam surga. Sang Buddha dengan kemampuan yang amat tinggi
membuat lima ratus ikat kayu bakar terbelah-belah, lalu membakar ke lima ratus ikat kayu
tersebut, kemudian memadamkannya. Tidak ada seorang pertapapun yang mampu melakukan hal
yang sama. Uruvela Kassapa hanya dapat menciptakan kobaran api di kayu bakar itu. Meskipun
melihat hal demikian, Uruvela Kassapa tetap beranggapan Sang Buddha bukanlah seorang
Arahat, seperti dirinya.
Akhirnya, terjadi hujan amat lebat sepeti ditumpahkan dari langit, yang menyebabkan banjir
yang amat hebat. Tetapi tempat di mana Sang Buddha berada tidak tersentuh oleh banjir itu
sedikitpun. Uruvela Kassapa datang dengan sebuah perahu untuk menolong Sang Guru Agung,
tetapi ia amat keheranan ketika melihat Sang Buddha terbang ke angkasa dan turun ke atas
perahunya. Tetapi ia tetap saja beranggapan Sang Buddha bukanlah seorang Arahat seperti
dirinya.
Kemudian Sang Buddha menerangkan kepada Uruvela Kassapa, bahwa ia bukanlah seorang
Arahat dan tidak menempuh jalan yang benar untuk menuju kebebasan yang sempurna. Uruvela
Kassapa sadar, lalu menyatakan ia mencari perlindungan di bawah Sang Buddha, dan menjadi
murid Sang Buddha.
Sang Buddha mengingatkan kepadanya bahwa ia harus memikirkan kesejahteraan kelima ratus
muridnya. Ia lalu berbicara kepada kelima ratus muridnya, akhirnya Uruvela Kassapa beserta
murid-muridnya membuang semua pakaian pertapa mereka ke sungai dan menjadi murid Sang Buddha.
Demikian pula Nadi Kassapa dengan ketiga ratus muridnya, juga Gaya Kassapa dengan kedua
ratus muridnya, menjadi murid Sang Buddha dan mereka semua ditahbiskan manjadi bhikkhu.
Sang Buddha dengan diiringi oleh murid-murid baruNya, lebih dari seribu bhikkhu, pergi ke
Gaya dan membabarkan khotbah tentang Api (Aditta Pariyaya).
Sesudah mendengarkan khotbah ini, semua bhikkhu baru tersebut mncapai Tingkat Kesucian
Tertinggi, menjadi Arahat.
Sumber: website Buddhis Samaggi Phala, http://www.samaggi-phala.or.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar