

1. Mempelajari Buddha Dharma itu sulit?
Banyak yg berpendapat bahwa mempelajari Buddha Dharma itu sulit dan rumit. Ada 2 faktor yg menentukan agar sukses dalam mempelajari Dharma ini, yaitu pertama: akar dari karma kehidupan lampau kita, dan kedua: niat, tekad dan pelaksanaan yang sungguh2 atas ajaran dari nilai2 yg terkandung di dalam Dharma tsb. Sesungguhnya kalau lita mau jjur, kita harus akui semua itu karena kurang niatnya kita dan malasnya kita mempelajari Dharma tsb. Buddha Dharma sudah ada dari jaman Buddha2 yg tak terhitung jumlahnya, dan sempat hilang. Setelah pangeran Siddharta lahir, Beliaulah yg terpanggil utk menggali kembali Buddha Dharma tsb dgn pengorbanan yg tak terbatas. Sekarang Semua tersedia, tergantung niat kita untuk mempelajarinya. Ibarat kita ke restoran ketika duduk, tak lama kemudian makanan yang enak2 sudah tersedia di depan kita, dan tinggal kita menyantapnya, dan hebatnya semuanya serba gratis, bagaimana mau dikatakan sulit?
Agama Buddha adalah agama logika, karena segala sesuatu yg berhubungan dgn kita dpt dijelaskan dgn logika, dan dpt diterima dgn logika. Albert Einstein menyebutkan "..... If there is any religion that would cope with modern scientific needs it would be Buddhism". Hal ini menunjukkan bahwa agama Buddha dan ilmu pengetahuan keduanya mempunyai akar yg sama, yaitu dapat dibuktikan kebenarannya.
2. Apakah mempelajari Buddha Dharma itu perlu biaya mahal?
Sebagian org menganggap agama Buddha adlh agama yg boros, karena perlu biaya banyak, terutama dlm melakukan puja bakti. Itu adlh pengertian yg salah. Tidak ada tarif dasar minimum seseorang itu harus menghabiskan biaya sekian utk sekali beribadah. semua itu terpulang kembali kpd kemampuan kita masing2.
Bagi yg mampu, membangun altar pribadipun tidak ada salahnya, mengadakan persembahan segala macam buah2an yg mahal atau membakar lilin sebesar gajahpun ttp dipersilahkan. Sebaliknya bagi yg kurang mampu, tidak perlu berkecil hati, ketulusan dan niat kita mengadakan puja bakti bukanlah diukur dari brp byk macam buah2an, brp wanginya dupa yg kita bakar, dll. Tidak ada gunanya kita memperbandingkan semua itu, sehingga kita menjadi malu dan minder dalam puja bakti. Lakukan semua itu sewajarnya saja, yang penting niat tulus kita dalam puja bakti.
3. Apakah sulit menjalankan atau membabarkan Buddha Dharma?
Dibilang sulit ya gampang, dibilang gampang ya sulit. Ini tergantung pada diri kita sendiri. Memang akan banyak sekali kendala maupun benturan yg kita temukan dalam melaksanakan Dharma. Seperti di daerah2 yang tradisi turun temurunnya masih terlampau kuat, banyak sekali jawaban2 yang dapat memerahkan telinga yang menolak atas kesalahan dalam menafsirkan Dharma yg sejati. Apa yg telah kita lakukan selama ini tidak ada bandingnya sedikitpun bila dibandingkan dengan apa yg telah dikorbankan oleh Sakyamuni Buddha. yang perlu ditekankan disini adalah dalam menjalankan Buddha Dharma, kita akan banyak menghadapi cobaan dan ujian.
4. Apakah Agama Buddha itu cenderung egois?
Agama Buddha itu sendiri tidak pernah egois, malah bersifat sangat universal. Dalam perkembangannya di jaman sekarang, yang melaksanakan agama tersebut terkesan egois, ini dikarenakan masing2 aliran berlomba menarik umat dan mencela aliran lain, serta berlomba membangun vihara yang wah. Ini bertolak belakang sekali dengan ketika Sang Pangeran Siddharta hidup, Beliau malah meninggalkan istananya, meninggalkan segala kemewahan untuk pergi bertapa.
Di jaman sekarang di desa2 dengan vihara2 yg sangat sederhana, para umat malah lebih tulus karena mereka belum terkontaminasi oleh uang seperti di kota2 besar. Kalau di kota2 besar, vihara lebih terkesan sbg tambang uang, itu jujur harus kita akui. Maka kita sebagai umat Buddha harus berjuang utk menghilangkan hal tsb di atas.
Seringkali kita melihat ada umat yg datang sembahyang di suatu vihara atau kelenteng dan si umat tsb sedang ada masalah, akan tetapi kita jarang menemukan pengurus atau orang vihara yg menanyakan apa masalah yg sedang dihadapi apalagi mencoba membantu mencarikan jalan keluar dari masalah yg dihadapi si umat tadi. Itu kelemahan yg harus jujur kita akui, sehingga terkadang si umat tadi merasa tidak mendapatkan tempat yg tenang dan tidak diperhatikan.
5. Mengapa agama Buddha lahir di India tapi tidak berkembang?
Agama Buddha memang lahir kembali di India melalui pembabaran Buddha Dharma yg tanpa kenal lelah dari Sakyamuni Buddha. Sebuah pengorbanan yg maha agung pada suatu tempat yg memiliki kasta-kasta atau tingkatan sosial yg berbeda. Bagaimanapun kita sbg manusia masih memiliki rasa ego yg sangat dominan, apalagi jaman Sakyamuni Buddha, siapa yg mau tingkatan sosial yg tinggi disamakan dgn tingkatan sosial yg rendah. Mereka tentu akan mempertahankan status sosial tsb, dan memilih tidak mau mengikuti ajaran Buddha yg menyamaratakan semua tingkatan pada manusia.
Berkembang tidaknya suatu agama tidak dapat di nilai dari tempat dimana agama tsb mulai muncul, tapi kenyataannya agama Buddha berkembang pesat ke daratan Tiongkok sewaktu dibawa oleh Sang Bodhidharma (Tat Mo Co Su). Sama seperti saya ataupun anda yg mungkin bukan lahir pada tempat/kota yg sekarang kita pijak, nyatanya kita sudah berkembang disini.
Jadi perkembangan agama Buddha jangan dilihat dari asal mulanya muncul secara pikiran sempit, tapi perkembangannya yg meluas ke seluruh dunia terutama ke negara2 maju seperti Amerika Serikat. Amerika adalah sebuah negara yg telah merdeka selam 2 abad dan telah mengalami berbagai perkembangan kehidupan dari jaman barbar ke negara demokrasi terbesar. Kehidupan bebas sudah menjadi hal yg biasa. Pada saat kita baru berbicara kebebasan saat ini banyak orang Amerika yg telah menikmati kebebasan memilih menjalani kehidupan sesuai Dharma, karna kebebasan yg selama ini mereka jalani selam ini tidaklah membawa kebahagiaan bahkan kekosongan jiwa.
Dengan "back to nature" membuktikan bahwa agama Buddha cocok untuk siapa saja dan bersifat universal.
6. Apakah agama Buddha itu menyembah berhala?
Ini pengertian yg salah besar! Ada tidaknya media patung bukanlah syarat mutlak utk kita mempelajari dan menjalani agama Buddha. Patung2 itu hanya media saja utk kita. Belum tentu bentuk Para Suci tsb seperti bentuk yg kita lihat pada patung tsb. Dikatakan berhala adalah tidak benar. Mungkin semasa kita sekolah, setiap hari senin atau hari2 besar tertentu, kita mengikuti upacara bendera di sekolah. Ketika kita diminta menghormati bendera, semua tampak khusuk. Apakah negara kita cuma seperti secarik kain tsb? Tentu saja tidak, itu hanya lambang.
Ada sebuah cerita dimana terdapat seorang pemuda yg hendak menyumbang patung Buddha dari kayu yg dibuatnya utk dipersembahkan di sebuah vihara kecil di puncak gunung. Dalam perjalanannya tiba2 terjadi badai angin dan salju, pemuda tsb sangat kedinginan, sedang dia sendiri tidak menduga hal itu akan terjadi, satu2nya jalan utk menyelamatkan dirinya dari mati kedinginan, dia harus membakar patung kayu tsb, apakah hal itu boleh dia lakukan? tentu saja boleh, karena patung itu bukanlah Buddha sesungguhnya. Buddha yg sesungguhnya ada di hati dan pikiran.
Sewaktu Sang Buddha hendak parinibbana(wafat) muridnya bertanya bagaimana cara mereka menghormati Sang Buddha. Sang Buddha menjawab: "Laksanakanlah ajaran saya, Dengan melaksanakan Dharma maka sama dengan kalian menghormati saya.
Semasa hidupnya itu sang Buddha tidak pernah menyuruh murid2nya membuat patung dirinya untuk disembah. Kehadiran patung2 itu hanya sebagi simbol dan fungsinya hanya untuk objek konsentrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar